slide-foto

  • TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU, INDONESIA
  • Potensi Penyu di Kecamatan Tambelaan Kabupaten Bintan-Kepri
  • Dony Apdillah
  • Peta Pulau Bintan
  • Peta Pulau Bintan


W e l l c o m e

Senin, 12 Januari 2015

Hamburan Cahaya


VARIABILITAS HAMBURAN CAHAYA
DI PERAIRAN
(Variability Ligth Scattering In the Water)

Dony Apdillah
(C.562140031)
Paper untuk Memenuhi Tugas Akhir
Mata Kuliah Marine Bio-Optic (ITK-741)
Dosen : Bisman Nababan, M.Sc, Phd


 


I.    PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
               Warna air laut dapat dipengaruhi oleh konstituen yang terkandung di dalam air, selain itu hamburan dari partikel juga memainkan peran penting dalam warna lautan. Beberapa puluh meter dari air akan menyerap semua cahaya, tanpa hamburan, semua badan air akan tampak hitam. Karena sebagian lautan mengandung suspended materi hidup dan partikel-partikel mineral, yang dikenal sebagai colored dissolved organic matter (CDOM). Hamburan dari suspended particles biasanya akan memberikan warna putih, seperti salju, tetapi karena cahaya pertama melewati banyak blue-colored liquid, cahaya yang tersebar memicu warna biru. Dalam perairan extremely pure water,  seperti yang ditemukan di danau gunung, di mana hamburan dari partikel berwarna putih hilang, hamburan dari molekul air sendiri juga memberikan kontribusi warna biru.
               Hamburan cahaya merupakan bentuk penyebaran energi yang dihamburkan. Hamburan cahaya dapat dianggap sebagai pembelokan (defleksi) sinar dari arah yang lurus, misalnya dengan penyimpangan dalam perambatan media, partikel atau di antarmuka antara dua media. Penyimpangan dari hukum refleksi atau karena penyimpangan pada permukaan juga biasanya  dianggap sebagai bentuk hamburan. Secara singkat hamburan adalah bagian kecil dari cayaha datang (incident flux) yang terhamburkan, dibagi dengan ketebalan lapisan.
          Pemahaman tentang hamburan (scattering) sangat penting untuk aplikasi penginderaan jauh optik (optical remote sensingdalam oseanografi. Aplikasi ini biasanya didasarkan pada pengamatan warna laut dari ruang angkasa atau sensor optik udara yang mendeteksi hamburan balik alami dalam lapisan permukaan laut. Warna laut (ocean color) pada dasarnya merupakan spektrum cahaya yang hilang di laut (light leaving the ocean), dinormalisasi oleh cahaya yang datang pada permukaan laut. Ocean color dapat diukur dalam istilah irradiance reflectance, R(λ), atau remote-sensing reflektan, Rrs(λ), yang diukur dari rasio cahaya upwelling ke downwelling pada permukaan air (Mobley, 1994). Untuk pertama kalinyapandangan penaksiran reflektansi berbeda pada air laut yakni sebagai rasio koefisien backscattering, bb(λ), dengan koefisien absorptiona(λ), (Morel & Prieur, 1977). Dengan demikian, karakter spektral cahaya alami yang hilang di laut sangat tergantung pada bb)/a(λ), beralih tergantung pada jenis dan konsentrasi berbagai konstituen yang ada di dalam air.


 Perkembangan pengetahuan ocean color terus berkembang dari waktu ke waktu, salah satunya sebagai akibat dari peningkatan pemahaman scattering cahaya (selain absorption). Pemahaman ini menjadi penting dalam memandang variabilitas hamburan cahaya di perairan yang memiliki karakterisitk yang berbeda sebagai akibat perbedaan kandungan konstituen dalam kolom air.


1.2.  Metodologi dan Tujuan
Paper ini disusun dengan menggunakan tinjauan literatur dan kompilasi hasil laporan penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan hamburan di perairan.
            Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk menjelaskan pentingnya pemahaman tentang hamburan dan variabilitasnya di perairan laut sebagai faktor referensi dalam aplikasi penginderaan jauh optik.

              

_________________________________________________________________

Daftar Isi :

1.      PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Metodologi dan Tujuan

            2.      GAMBARAN UMUM  HAMBURAN CAHAYA
2.1. Tipe Hamburan
2.2. Pemahaman Dasar Hamburan
2.3. Pengukuran Hamburan

3.      VARIABILITAS HAMBURAN CAHAYA DI PERAIRAN
3.1. Hamburan cahaya oleh Air Murni
3.2. Hamburan cahaya oleh  Partikel
3.3. Hamburan cahaya oleh
3.4.Hamburan cahaya oleh Gelembung Udara

4.      HAMBURAN CAHAYA PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN
4.1. Hamburan Cahaya pada “Clearest” Natural Waters
4.2. Hamburan Cahaya pada Coastal Waters
4.3. Hamburan Cahaya pada Open Ocean Waters


5.       KESIMPULAN



_________________________________________________________________

REFERENSI
Bohren, C.F. and D.R. Huffman. 1983. Absorption and Scattering of Light by Small Particles. John Wiley & Sons. 530 pages.
Downing J. 2008. Effects of Light Absorption and Scattering in Water Samples on OBS® Measurements. Campbell Scientifi c, Inc. Application Note Code:  2Q-Q; 6 pp
Doxaran, D., K. Ruddick, D. McKee, B. Gentili, and D. Tailliez, M. Chami, and M. Babina, 2009. Spectral variations of light scattering by marine particles in coastal waters, from visible to near infrared. Limnol. Oceanogr., 54(4): 1257-1271.
Doxaran D, M. Babin, and E. Leymarie, 2007. Near-infrared light scattering by particles in coastal waters. Opt. Express 15: 12834–12849.
E. Boss and W. S. Pegau, 2001. Relationship of light scattering at an angle in the backward direction to the backscattering coefficient. Appl. Opt., 40: 5503–5507.
Huot, Y., A. Morel, M. S. Twardowski, D. Stramski, and R. A. Reynolds, 2008. Particle optical backscattering along a chlorophyll gradient in the upper layer of the eastern South Pacific Ocean. Biogeosciences, 5: 495-507.
Kirk, J.T.O., 1994.  Light and Photosynthesis in Aquatic Ecosystems (2nd ed.). Cambridge.
M.Babin, A.Morel, V.Fournier-Sicre, F. Fell, and D. Stramski, 2003. Light scattering properties of marine particles in coastal and open ocean waters as related to the particle mass concentration. Limnol. Oceanogr., 48: 843–859.
McKee, D., M. Chami, I. Brown, V. S. Calzado, D. Doxaran, and A. Cunningham, 2009.  Role of measurement uncertainties in observed variability in the spectral backscattering ratio: a case study in mineral-rich coastal waters. Applied Optics, 48(24): 4663-4675.
Mobley, C.D., 1994. Light and Water, Radiative Transfer in Natural Waters.  Academic Press.
Morel, A, B.Gentili, H.Claustre, M.Babin, A.Bricaud, J. Ras, and F.Tie`che. 2007. Optical properties of the ‘‘clearest’’ natural waters. Limnology Oceanography, 52(1); 217–229
Morel, A and L. Prieur. 1977. Analysis of variations in ocean color’. Limnology Oceanography V.22(4); 709-722
Reynolds R. A., Stramski D., Wright V. M., Woźniak S. B. 2006. Measurement of the volume scattering function using a multi-instrument approach. In: Ocean Optics OOXVIII Conference, Montreal, Canada, 9 pp.
Smith, R.C. and K.S. Baker. 1981. Optical Properties of the Clearest Natural Waters (200-800 nm). Applied Optics, Vol. 20 (177).
Stramski D, E. Boss, D. Bogucki, K J. Voss. 2004. The role of seawater constituents in light backscattering in the ocean. Progress in Oceanography vol; 61 (2004); 27–56.
Twardowski, M. S., Claustre, H., Freeman, S. A., Stramski, D., and Huot, Y., 2007. Optical backscattering properties of the “clearest” natural waters. Biogeosciences, 4: 1041–1058.
Pegau. S, J.Ronald V. Zaneveld, B. Gregg Mitchell, James L. Mueller, Mati Kahru, John Wieland and Malgorzat Stramska. 2002. Inherent Optical Properties: Instruments, Characterizations, Field Measurements and Data Analysis Protocols. Ocean Optics Protocols For Satellite Ocean Color Sensor Validation, Revision 4, Volume IV; 83 pp
Petzold, T.J. 1972. Volume Scattering Functions for Selected Ocean Waters. SIO 72-28, Scripps Institution of Oceanography, La Jolla, California, 79 pages.

Sabtu, 17 April 2010

Potensi Penyu di Kecamatan Tambelan Kabupaten Bintan - Kepri

Bagi masyarakat Tambelan mengkonsumsi telur penyu adalah bagian dari kehidupan sehari-hari yang telah berlansung sejak dahulu kala. Menu telur penyu selalu hadir dalam acara-acara pesta perkawinan, kenduri maupun kegiatan masyarakat lainnya. Jenis telur penyu yang dimanfaatkan adalah jenis penyu Hijau (Chelonia mydas) dan penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) penduduk Tambelan biasa menyebut penyu Hijau dengan sebutan Penyu Daging atau Penyu saja, sedangkan untuk penyu Sisik, mereka menyebutnya Sisik.

Adapun proses pencarian dan pengambilan telur tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mulanya, dicari “jejak naik” penyu yaitu jejak penyu yang menuju pantai untuk bertelur. Jejak tersebut kemudian diikuti hingga ke tempat yang diperkirakan “Mandi” penyu. Mandi adalah istilah masyarakat Tambelan untuk menggambarkan perilaku penyu mengibaskan pasir dengan kaki depan sebelum menggali pasir yang kemudian akan ditaruh telur-telurnya. Di lokasi Mandi inilah diperkirakan telur-telur penyu berada. Penyu yang telah bertelur akan ditandai dengan “Jejak Turun”, yaitu jejak penyu kembali menuju laut dimana bagian tengahnya terdapat bekas jejak ekor dimana saat Jejak Naik, tanda ini tidak ada.
2. Untuk memastikan lokasi dan kedalaman posisi telur dengan tepat, maka pencari menggunakan alat yang disebut “Pencucuk”. Alat ini biasanya terbuat dari besi panjang yang berdiameter sekitar 2 – 3 cm atau terbuat dari batang bekas paying dengan panjang sekitar 1 m dimana bagian ujungnya bulat tumpul dan bagian atas dirancang untuk mudah digenggam saat mengoperasikan alat ini (lihat gambar 3.1). Alat ini kemudian “ditikam” atau ditusukan pada beberapa tempat disekitar daerah Mandi penyu. Bila posisi telur ditemukan, maka hal tersebut dapat dipastikan dengan adanya lendir dan bau amis pada ujung pencucuk. Seorang pencari telur yang berpengalaman, dapat menentukan posisi telur penyu tanpa harus memecahkan telur penyu, tetapi hanya cukup dengan merasakan perbedaan tekanan ketika alat pencucuk mengenai telur penyu.
3. Setelah posisi telur penyu diketahui, maka pencari telur segera menggali pasir lokasi telur dengan menggunakan tangan. Hal ini dilakukan dengan hati-hati agar telur tidak pecah saat menggali nanti. Terkadang, kondisi pasir yang digali terlalu kering sehingga dididing pasir mudah runtuh sebelum mencapai posisi telur. Untuk mencegah ini dan memudahkan penggalian maka sebelum digali, pasir disiram air laut telebih dahulu.
4. Telur penyu yang telah diambil kemudian ditaruh ke dalam kantung jaring lalu dengan kantung tersebut dicuci dengan air laut hingga bersih. Lebih lanjut, telur yang telah bersih disimpan dalam karung untuk kemudian dibawa pulang atau disimpan sementara dalam pondok yang selanjutnya diolah lebih lanjut.
(Pusat Penelitian Sumberdaya Pesisir & Lautan - PPSPL UMRAH)